Disusun Oleh:
ARGA
HARTANTYADHI PRATAMA
K2512019
Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Fosil
Pembangkit
listrik tenaga bahan bakar fosil adalah pembangkit
listrik yang
membakar bahan
bakar fosil seperti batubara, gas
alam,
atau minyak
bumi untuk
memproduksilistrik.
Pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil didesain untuk produksi
skala besar yang berlangsung terus menerus. Di banyak negara,
pembangkit listrik jenis ini memproduksi sebagian besar energi
listrik yang digunakan.
Pembangkit
listrik tenaga bahan bakar fosil selalu memiliki mesin rotasi yang
mengubah panas dari
pembakaran menjadi energi
mekanik yang
lalu mengoperasikan generator
listrik.
Penggerak utamanya mungkin adalah uap, gas bertekanan
tinggi, atau mesin siklus dari mesin
pembakaran dalam.
Hasil
sampingan dari mesin pembakaran dalam harus dipertimbangkan dalam
desain mesin dan operasinya. Panas yang terbuang karena efisiensi
yang terbatas dari siklus energi, ketika tidak direcovery sebagai
pemanas ruangan, akan dibuang ke atmosfer.
Gas sisa hasil pembakaran dibuang ke atmosfer; mengandung karbon
dioksida dan uap
air,
juga substansi lain seperti nitrogen, nitrogen
dioksida, sulfur
dioksida,
dan abu
ringan (khusus
batu bara) dan mungkin merkuri. Abu
padat dari
pembakaran batu bara juga harus dibuang, meski saat ini abu padat
sisa pembakaran batu bara dapat didaur
ulang sebagai
bahan bangunan.
Pembangkit
listrik tenaga bahan bakar fosil adalah peyumbang utama gas
rumah kaca dan
berkontribusi besar terhadap pemanasan
global.
Batu bara menghasilkan gas rumah kaca sedikitnya tiga kali lebih
banyak dari gas alam.
Konsep
Dasar
Pada
pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil, energi
kimia yang
tersimpan dalam bahan bakar fosil (batu bara, gas alam, minyak bumi)
dan oksigen dari
udara dikonversikan menjadi energi
termal,
energi mekanis, lalu energi listrik untuk penggunaan berkelanjutan
dan distribusi secara luas.
Gambar
1: Power Plant Batubara
Konversi
Energi Kimia Menjadi Panas
Pembakaran
sempurna dari
bahan bakar fosil menggunakan oksigen untuk menginisiasi
pembakaran. , di mana koefisien stoikiometri x
dan y bergantung pada tipe bahan bakar. Persamaan yang lebi simpel
lagi adalah:
Sisa
pembakaran seperti nitrogen dan sulfur dioksida, datang dari bahan
bakar yang tidak murni karena terdapat campuran yang tidak diharapkan
(pengotor) dari bahan bakar tersebut.
Konversi
Panas Menjadi Energi Mekanis
Hukum
kedua termodinamika menyatakan
bahwa setiap siklus tertutup hanya bisa mengkonversi sebagian panas
yang diproduksi menjadi kerja. Sisa panas harus dipindahkan ke
reservoir yang lebih dingin, menjadi panas yang terbuang. Sebagian
panas yang terbuang adalah sama atau lebih besar dari
rasio temperatur
mutlak reservoir
dingin dan reservoir panas. Meningkatkan temperatur reservoir panas
dapat meningkatkan efisiensi mesin. panas yang terbuang tidak dapat
dimanfaatkan menjadi energi mekanis. Namun dapat dimanfaatkan untuk
menghangatkan bangunan, memproduksi air panas, atau memanaskan
material dalam skala industri.
Efek
Lingkungan
Pembakaran
batu bara dapat memicu hujan
asam dan
polusi udara, dan telah dihubungkan dengan pemanasan global
karena komposisi
kimia dari
batu bara dan sulitnya memindahkan pengotor dari bahan bakar padat
ini untuk pembakaran. Hujan asam disebabkan oleh emisi nitrogen
oksida dan
sulfur dioksida ke udara. Emisi tersebut bereaksi dengan uap
air di
atmosfer, menciptakan bahan asam (asam
sulfur, asam
nitrit)
yang jatuh sebagai hujan.
Karbon
Dioksida
Pembangkit
listrik tenaga bahan bakar fosil bertanggung jawab penuh terhadap
sebagian besar dari emisi karbon
dioksida di
seluruh dunia, dan 41% dari seluruh emisi karbon dioksida yang
dihasilkan oleh manusia. Karbon dioksida diproduksi secara alami oleh
alam emlalui letusan
gunung berapi, pemecahan
biologis,
atau respirasi organisme
hidup. Karbon dioksida diserap oleh tanaman
melalui fotosintesis atau perairan,
misanya lautan.
Peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer memicu perubahan
iklim termasuk
pemanasan global.
Partikulat
Masalah
lainnya dari pembakaran bahan bakar fosil
adalah emisi partikulat yang
menjadi ancaman serius bagi kesehatan.
Pembangkit listrik bahan bakar fosil memindahkan partikulat dari gas
sisa hasil pembakaran dengan baghouse
filter atau electrostatic
precipitator.
Materi partikulat terdiri yang utama adalah abu ringan, namun ada
juga sulfat dannitrat.
Abu ringan mengandung bahan yang tidak dapat terbakar yang tersisa
setelah pembakaran. Ukuran partikulat bervariasi dari yang berukuran
lebih besar dari 2,5 mikrometer hingga yang berukuran lebih kecil
dari 0.1 mikrometer. Semakin kecil ukuran, semakin sulit dihilangkan.
Terdapat beberapa metode untuk menghilangkan emisi partikulat agar
tidak mencemari atmosfer:
Baghouse
filter, yang mengumpulkan partikel abu
Electrostatic
precipitator, yang menggunakan tegangan tinggi untuk menghasilkan
medan listrik untuk menangkap partikel abu
cyclone
collector, menggunakan prinsip sentrifugasi untuk menangkap partikel
PLTU
Batubara
Pembangkit
Listrik dari bahan bakar batubara (=PLTU) jika tidak dikelola dengan
baik dan benar dapat mendatangkan bencana bagi manusia dan
lingkungan; terutama polusi oleh asap dari hasil pembakaran batubara
dalam tungku pembangkit listrik tenaga uap. Sebagai contoh kasus di
Amerika Serikat, data Earth
Policy Institute di Washington DC menyebutkan bahwa karena pencemaran
udara oleh Pembangkit Listrik Tenaga Batubara, rata-rata pertahun
telah menyebabkan 23.600 kasus kematian, 554.000 kasus asma, 16.200
kasus bronkitis kronis, dan 38.200 kasus serangan jantung.
Di
Indonesia, meskipun berdasarkan Undang-Undang No. 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup setiap Pembangkit Listrik Tenaga
Batubara (=PLTU) diwajibkan untuk memakai ‘scrubbers’ (flue-gas
desulphurizer) untuk mengurangi kadar polutan yang dikeluarkannya,
namun pembangkit listrik tenaga batubara di negeri ini tetap memegang
peranan penting dalam hal pencemaran udara secara keseluruhan.
Gambar
2: PLTU Batubara
Pembangkit
Listrik Tenaga Uap Batubara adalah salah satu jenis instalasi
pembangkit tenaga listrik dimana tenaga listrik didapat dari
mesin turbin yang
diputar oleh uap yang dihasilkan melalui pembakaran batubara.
Siklus
di PLTU dapat dibedakan menjadi :
- Siklus Udara, sebagai campuran bahan bakar
- Siklus Air, sebagai media untuk menghasilkan uap air (steam)
- Siklus Batubara, sebagai bahan bakar
Siklus
Udara
Udara
sebagai campuran bahan bakar masuk ke dalam Boiler melalui PA Fan, FD
Fan dan ID Fan. PA Fan mengalirkan udara awal masuk boiler dalam
kondisi hangat, karena udara di PA Fan telah dipanaskan dahulu oleh
sisa panas pembakaran di Economizer.
PLTU
batubara adalah sumber utama dari listrik dunia
saat ini. Sekitar 60% listrik dunia bergantung pada batubara,
hal ini dikarenakan PLTU batubara bisa menyediakan listrik dengan
harga yang murah. Kelemahan utama dari PLTU batubara adalah
pencemaran emisi
karbonnya sangat
tinggi, paling tinggi dibanding bahan bakar lain.
Beberapa
polutan utama yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga
Batubara, sebagai berikut:
- Pembangkit Listrik Tenaga Batubara menghasilkan gas SOx yang dikenal sebagai sumber gangguan paru-paru dan berbagai penyakit pernafasan;
- Pembangkit Listrik Tenaga Batubara menghasilkan gas NOx, yang bersama dengan gas SOx adalah penyebab dari fenomena "hujan asam". Fenomena ini diperkirakan dapat membawa dampak buruk bagi peternakan dan pertanian;
- Pembangkit Listrik Tenaga Batubara menghasilkan gas COx yang membentuk lapisan yang menyelubungi permukaan bumi dan menimbulkan efek rumah kaca ‘green-house effect’ yang pada akhirnya menyebabkan pergeseran cuaca/pemanasan global;
- Pembangkit Listrik Tenaga Batubara menyebabkan pencemaran logam-logam berat seperti Pb, Hg ,Ar, Ni, Se dan lain-lain, dengan kadar jauh di atas normal;
- Pembangkit Listrik Tenaga Batubara menghasilkan partikel-partikel debu yang juga mengadung unsur-unsur radioaktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Partikelradioaktif tersebut umumnya bercampur dengan berbagai unsur lainnya, termasuk isotop radioaktif seperti uranium dan thorium. Unsur-unsur tersebut berasal dari hasil pembusukan produk, radium dan radon. Akibat pembakaran, beberapa partikel radioaktif ringan, seperti gas radon menguap dan tinggal (menumpuk) di atmosfir, namun sebagian besar masih berada di sekitar pembangkit listrik dalam bentuk limbah-abu batubara. Karena itu, Oak Ridge National Laboratory di Amerika Serikat memperkirakan bahwa jumlah paparan radiasi dari orang yang tinggal dekat pembangkit listrik tenaga batu bara lebih tinggi beberapa kali daripada orang yang tinggal dengan jarak yang sama dengan reaktor nuklir;
- sebagai kondensator dari siklus uap air primer, pembangkit listrik tenaga batubara juga memanfaatkan air dari sumber yang berdekatan dengan lokasinya. Oleh karena itu, polusi air yang disebabkan oleh generator (lebih-kurang dua pertiga dari panas yang dihasilkan oleh bahan bakar) terpaksa dilepas ke lingkungan melalui sikius pendingin, sehingga air yang keluar dari siklus sekunder ini akan mengalami kenaikan suhu yang dapat menggangu kesetimbangan ekosistim dari organisme yang hidup di sumber air tersebut. Dampak negatif ini bahkan akan semakin bertambah dengan adanya bahan-bahan kimia pemurni air yang dicampurkan sebelum air tersebut masuk ke siklus pendingin.
Gambar
3: Diagram Proses Power Plant Batu Bara
Pembakaran LapisanTetap
Metode
lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya.
Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang tidak
terlalu rendah dan berukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu,
karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang
digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang
ikut tercampur ke dalam batubara tersebut. Alasan tidak digunakannya
batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah adalah karena pada
metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan abu tebal
yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker
boiler.
Gambar Stoker
Boiler
Pembakaran
Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC)
Pada
PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal
mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama –
sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar.
Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang
digunakan, terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat
slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara
yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan
dengan HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air
kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2.
Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri
diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly ash.
Gambar PCC
Boiler
Pembakaran
Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)
Pada
pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu dengan
menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak seperti
pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi
api selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran
batubara dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar
dalam posisi mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan
tertentu dari bagian bawah boiler.
Gambar
Tipikal boiler FBC
PFBC
Pada
PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan air
menjadi uap untuk memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil
pembakaran yang memiliki tekanan tinggi yang dapat memutar turbin
gas, sehingga PLTU yang menggunakan PFBC memiliki efisiensi
pembangkitan yang lebih baik dibandingkan dengan AFBC karena
mekanisme kombinasi (combined cycle) ini. Nilai efisiensi bruto
pembangkitan (gross efficiency) dapat mencapai 43%.
Gambar Prinsip kerja
PFBC
Peningkatan efisiensi panas
Untuk
lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian (partial
gasifier) yang menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengambang
(fluidized bed gasification) kemudian ditambahkan pada unit PFBC.
Dengan kombinasi teknologi gasifikasi ini maka upaya peningkatan suhu
gas pada pintu masuk (inlet) turbin gas memungkinkan untuk dilakukan.
Pada
proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang
dicapai adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100%
melalui kombinasi dengan pengoksidasi (oxidizer). Pengembangan lebih
lanjut dari PFBC ini dinamakan dengan Advanced PFBC (A-PFBC), yang
prinsip kerjanya ditampilkan pada gambar 10 di bawah ini. Efisiensi
netto pembangkitan (net efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini
sangat tinggi, dapat mencapai 46%.
Gambar Prinsip
kerja A-PFBC
ICFBC
Ruang pembakaran
utama (primary combustion chamber) dan ruang pengambilan panas (heat
recovery chamber) dipisahkan oleh dinding penghalang yang terpasang
miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat exchange tube) tidak
terpasang langsung pada ruang pembakaran utama, maka tidak ada
kekhawatiran terhadap keausan pipa sehingga pasir silika digunakan
sebagai pengganti batu kapur untuk media FBC. Batu kapur masih tetap
digunakan sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan sesuai
dengan keperluan saja.
Gambar ICFBC
IGCC
Pada
sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang digunakan untuk
menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang tersedia di
pasaran saat ini untuk tipe tersebut misalnya Chevron Texaco
(lisensinya sekarang dimiliki GE Energy), E-Gas (lisensinya dulu
dimiliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir Conoco Phillips ), dan
Shell. Prinsip kerja ketiga alat tersebut adalah sama, yaitu batubara
dan oksigen berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya kemudian dilakukan
reaksi berupa oksidasi sebagian (partial oxidation) untuk
menghasilkan gas sintetis (syngas), yang 85% lebih komposisinya
terdiri dari H2 dan CO. Karena reaksi berlangsung pada suhu
tinggi, abu pada batubara akan melebur dan membentuk slag dalam
kondisi meleleh (glassy slag). Adapun panas yang ditimbulkan oleh
proses gasifikasi dapat digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan
tinggi, yang selanjutnya dialirkan ke turbin uap.
Gambar Tipikal
IGCC
Pembangkitan
Kombinasi Dengan Gasifikasi Batubara
Peningkatan
efisiensi pembangkitan dengan mekanisme kombinasi melalui pemanfaatan
gas sintetis hasil proses gasifikasi seperti pada A-PFBC, selanjutnya
mengarahkan teknologi pembangkitan untuk lebih mengintensifkan
penggunaan teknologi gasifikasi batubara ke dalam sistem
pembangkitan. Upaya ini akhirnya menghasilkan sistem pembangkitan
yang disebut dengan Integrated Coal GasificationCombined Cycle
(IGCC).
Referensi
Everett
Bowman Woodruff, Herbert B. Lammers, Thomas F. Lammers. 2004. Steam
plant operation. McGraw-Hill
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://godamaiku.blogspot.com/2013/04/pembangkit-listrik-tenaga-uap-pltu.html
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4Ly7EiaGoFaUSzylorxRTcpCVxJ1YHzUNMfuXDx39anz8lg6Bvk8cWJ9dUI9nbtSZT0CPZ98lH0vTvg99PKgVXYJAaXKkZkYEg5st1WndreLMfMc15Cc1_dH-GRn_IS2BGr6PO852JM8q/s1600/coal2.jpg
https://imambudiraharjo.files.wordpress.com/2009/03/gambar-42.jpg
https://www.google.com/search?q=pembangkit+listrik+tenaga+batu+bara&es_sm=93&biw=1366&bih=653&source=lnms&sa=X&ei=ohoFVfll15C4BLL0gMAE&ved=0CAYQ_AUoAA&dpr=1#q=pengertian+pembangkit+listrik+tenaga+batu+bara
National
Research Council (U.S.). Physics Survey Committee, National Academy
of Sciences (U.S.). Committee on Science and Public Policy.
1972. Physics in perspective. National Academy Science
No comments:
Post a Comment